Makassar (mediapesan) – Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di Kecamatan Manggala, Kota Makassar, yang dilaporkan sejak September 2023, hingga kini Maret 2025, belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Alih-alih mendapat keadilan, korban justru terus dihantui trauma, sementara terduga pelaku masih bebas berkeliaran.
Burhanuddin, ayah korban, mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya penanganan kasus ini oleh pihak Polrestabes Makassar.
Ia mengaku telah beberapa kali mencoba menghubungi penyidik untuk menanyakan perkembangan kasus, namun selalu diabaikan.
Penyidik yang menangani kasus ini tidak pernah merespons saya, tegasnya saat dikonfirmasi awak media pada 1 Maret 2025.
Padahal, berdasarkan dokumen SP2HP dan SPDP, kepolisian sudah meningkatkan status kasus ini dari penyelidikan menjadi penyidikan sejak Desember 2023.
Namun, hingga kini tidak ada tindakan konkret, dan pelaku masih belum ditangkap.
Kronologi: Dari Laporan Hingga Jalan di Tempat
Kasus ini bermula ketika Burhanuddin melaporkan dugaan persetubuhan terhadap anaknya ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Makassar pada 21 September 2023 dengan Nomor Laporan LP/1971/IX/2023/Polda Sulsel/Restabes Makassar.
Dugaan tindak pidana ini mengacu pada Pasal 81 ayat (2) UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Tindak lanjutnya, penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor SP.Lidik/2067/IX/Res.1.24/2023/Reskrim pada 25 September 2023.
Hasil penyelidikan kemudian dikaji dalam gelar perkara pada 14 Desember 2023, yang menyimpulkan bahwa terdapat cukup bukti untuk melanjutkan ke tahap penyidikan.
Pada 9 Desember 2023, penyidik mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan Nomor SPDP/625/XII/Res.1.24/2023/Reskrim, yang dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Makassar.
Lokasi kejadian disebut berada di Jalan Tamangapa Lorong Kampung Kajang, Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar.
Namun, setelah semua tahapan tersebut, hingga kini Maret 2025, kasus ini tidak mengalami perkembangan berarti.
Korban Terancam, Pelaku Masih Bebas
Burhanuddin mempertanyakan kinerja penyidik dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar.
Ia khawatir bukan hanya kasus anaknya yang terkatung-katung, melainkan banyak kasus serupa yang juga mengalami nasib sama.
Anak saya korban kekerasan seksual, tapi pelaku masih bebas berkeliaran di sekitar rumah. Anak saya trauma berat, terus merasa terancam, tapi polisi diam saja. Ini sangat menyakitkan, ujarnya.
Sebagai langkah lanjutan, Burhanuddin berencana melaporkan penyidik Unit PPA Polrestabes Makassar ke Propam Polda Sulawesi Selatan, Kompolnas, Ombudsman, dan KPAI.
Anak saya tersalimi karena aparat kepolisian sendiri. Laporan kami diabaikan, seolah-olah tidak ada keadilan bagi korban, tegasnya.
Sorotan Lembaga Perlindungan Anak
Kasus ini turut menjadi perhatian Tim Reaksi Cepat (TRC) Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Makassar.
Ketua TRC, Makmur, menilai lambannya penanganan kasus ini mencerminkan lemahnya respons kepolisian terhadap kejahatan terhadap anak.
Kami menerima banyak laporan masyarakat terkait kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang mandek di Polrestabes Makassar. Aparat harus lebih responsif dan profesional, katanya.
Burhanuddin berharap kepolisian segera bertindak, menangkap pelaku, serta memberikan perlindungan kepada korban agar tidak terus-menerus hidup dalam ketakutan.
Kasus ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum di Makassar—apakah mereka akan bertindak tegas melindungi korban atau justru membiarkan keadilan terus tertunda?