MEDIAPESAN, Jakarta – Ketua Perkumpulan Wartawan Online Dwipa (PWO Dwipa) mendesak pemerintah pusat untuk mengambil tindakan tegas terhadap individu yang mengaku sebagai jurnalis namun menggunakan identitas tersebut untuk melakukan pemerasan dan tindakan tidak etis lainnya — sebuah fenomena yang semakin mencemaskan dan dinilai merusak kepercayaan publik terhadap pers.
Feri Rusdiono, Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Online Dwipa (PWO Dwipa), dalam pernyataan resminya pada Rabu (21/5/2025) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap keberadaan “preman yang berkedok wartawan” yang menurutnya merusak martabat profesi kewartawanan di tanah air.
Pemerintah harus bertindak tegas terhadap preman yang berkedok wartawan ini, kata Feri. Mereka mencoreng nama baik wartawan sejati dan merugikan masyarakat.
Pernyataan tersebut muncul di tengah meningkatnya laporan tentang individu yang membawa kartu identitas pers namun tidak terdaftar di dalam redaksi resmi media mana pun dan tidak pernah menulis atau menerbitkan berita.
Mereka disebut sering menggunakan status palsu tersebut untuk menekan narasumber, menyebarkan informasi palsu, bahkan meminta imbalan agar tidak mempublikasikan berita negatif.
Biasanya mereka memang punya KTA (kartu tanda anggota), tapi nama mereka tidak ada di box redaksi dan tidak pernah menulis berita, jelas Feri.
Gejala Wartawan Gadungan
Feri juga menjelaskan beberapa ciri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi wartawan gadungan atau palsu, antara lain:
- Identitas dan sumber informasi tidak jelas: Mereka kerap tidak mampu menjelaskan afiliasi media atau pengalaman jurnalistiknya dengan jelas.
- Penulisan yang buruk dan pengetahuan dangkal: Sering melakukan kesalahan fakta dan tata bahasa.
- Menyebarkan hoaks: Tidak melakukan verifikasi sebelum menyebarkan informasi.
- Tidak mematuhi etika jurnalistik: Melanggar prinsip keberimbangan, akurasi, dan keadilan dalam peliputan.
- Tidak bekerja di media resmi: Tidak berafiliasi dengan media yang terverifikasi.
- Meminta imbalan: Dalam beberapa kasus, mereka meminta uang atau pemberian sebagai imbalan atas pemberitaan atau penghapusan informasi negatif.
Desakan Reformasi
Keberadaan wartawan gadungan ini menimbulkan kekhawatiran serius akan lemahnya regulasi terhadap profesi jurnalis di Indonesia.
Meski kebebasan pers dilindungi oleh konstitusi, pelaksanaannya di lapangan dinilai masih lemah dan rawan disalahgunakan.
PWO Dwipa, melalui pernyataan Feri, menegaskan komitmennya untuk menjaga etika jurnalistik.
Kami tidak akan mentolerir perilaku tidak etis dari siapa pun yang mengaku wartawan, ujarnya.
Ia pun menyerukan agar pemerintah pusat segera mengambil langkah konkret untuk memberantas praktik-praktik semacam ini dan memperkuat sistem verifikasi profesi jurnalis di Indonesia.
Kami ingin menjaga martabat jurnalistik sebagai pilar demokrasi, bukan sebagai alat intimidasi, pungkas Feri.